Pages

Rabu, 27 Juli 2011

KENTENG SONGO ITU MERBABU YANG KE 5






Judul yang sangat aneh. Memang. Baru ke Merbabu yang keLIMA kalinya saya baru bisa mengunjungi Kenteng Songo. Malu, hahaha, gak ding, bangga.

Pendakian ini berjalan lancar seperti biasa, alhamdulillah. Kami hanya bertiga, saya, Nana, dan Tholank. Berangkat ba’da isya, sampai pemancar sekitar tengah malam lah, itu saja dengan berjalan santai. Dipemancar kami beristirahat, selang sejam atau dua jam terdengar suara berisik mendekati pemancar. Tak sing lagi pemilik suara itu ditelinga saya, yaaa… Pai. Dia menyusul kami bersama dua orang. Yang pertama itu Rosikin, kakak kelas ku ketika SMA dan satunya bernama Dugul.

Pagi-pagi jam 5 sudah ada yang bangun, saya pun ikut bangun. Hmm. Tholank, Dugul, Rosikin dan … saya! (tumben gak males) memutuskan untuk muncak. Kenteng 9 terbayang-banyak dibenak saya, bagaimana yah disana?

Jam 6 kami berangkat ‘tek tok’, maksudnya kami kosongan, hanya membawa air dan sedikit makanan ringan. Berjalan santai, bercanda, mengejek membuat kami lebih mengenal. Dijalan saya muntah lagi, huhuhu, maklum penderita mountain sickness yang belum akut. 

Kami ke puncak Syarif terlebih dahulu. Waaa... Merapi… Tak berlama-lama lalu kami kembali ke persimpangan dan melanjutkan langkah kami untuk sampai ke Kenteng 9. Dari pemancar, saya hitung hanya satu setengah jam gak ada untuk kami sampai di Kenteng 9.



Thanks to : Allah SWT
Rekan-rekan pendakian 26-27 Desember 2009
Kenteng Songo, Atap Merbabu


-Merapi dari Syarif-

-Dari kiri : Dugul, Rosikin, Saya (yang paling cantik,hahaha) , Tholank-

-Perjalanan menuju Kenteng Songo-

-Ketika kaki kami memijak 3142-

-Merapi dari Kenteng Songo-

-Menikmati-

-Akhirnya :) -







Sabtu, 23 Juli 2011

-Sumbing Si 3371-


Sumbing, gunung di daerah Wonosobo yang mempunyai ketinggian 3371 mdpl. Sehari sebelum kami mendaki, ada kabar kalau terjadi kebakaran di Sumbing :( . Ulah makhluk yang dinamai manusia kah?



Bekas kebakaran :(


Saya lupa, kami berangkat tanggal berapa, sepertnya sekitar tanggal 26-27 September 2009, H+6 setelah lebaran sepertinya. Dari Salatiga pasukan ada 5 orang yaitu saya, Pai, Tolank, Suci, dan Nana. Seperti biasa kami berkumpul di Pasar Sapi, kami berangkat agak sore karena menunggu saya yang sedikit lama, karena ada something yang harus saya kerjakan (ceileh, kayak putri Indonesia aja yang sibuk disana disini). Kemudian kami naik bis untuk sampai ke terminal Bawen. Paijo sudah menunggu di Bawen. Dia sudah mendapatkan bis jurusan Wonosobo, tentu saja dengan harga yang MIRING (nah loh tulisannya jadi miring beneran). Hihihi.


Saat masuk daerah Wonosobo, Sumbing dan Sindoro terlihat berdampingan, setia sekali mereka yah,seperti ayah dan ibu saya saja, hahaha :P. Kami akan mendaki via Garung, lalu setelah turun dari bus, baru berjalan sekitar 10 langkah, eh bis nya berhenti lagi di depan... rupanya didalam bis tadi ada pendaki, seorang diri! Hah, saya saja mungkin tidak berani. Lalu kami berkenalan, dia bernama Trunyul. Orang nya nyleneh, memakai topi rasta, dan kulitnya eksotis, saya suka lelaki yang berkulit gelap loh... itu keren banget! Haha. Pasti dia ngakak kalau tau saya bilang demikian.


Sampai di basecamp sudah gelap, kami memutuskan untuk melakukan pendakian jam 20.00. Awal pendakian kami sudah disuguhi trek yang lumayan fantastis bikin kami ngos-ngosan. Hosh hosh… keringat lumayan membasahi kening saya. Sabar…


Berjalan. Berjalan. Berjalan. Setapak. Setapak. Setapak. Sabar. Sabar. Sabar. Mungkin itu kuncinya. Hingga kami memutuskan untuk mendirikan dumb. Karena salah satu dari teman saya ada yang sudah gak kuat karena ngantuk. Kami mendapat tempat camp yang lumayan nyaman, saya lupa posisi nya. Tenda penuh sesak, tetapi malah menjadi hangat. Dimana kaki tumpang tindih membuat kami cepat kesemutan, tapi tetap saja mengasyikan, karena kami bersama-sama.

Ketika pagi, saat membuka mata dan keluar dari dumb...


Sindoro tersenyum dipagi hari :)


Mahakarya Tuhan yang aduhai sekali, menemani saya pagi ini. Kami menyalakan api, dan membuat minuman hangat serta sarapan . Pukul 08.00an kami sudah siap menanjak lagi, karena perjalanan masih panjang. Dengan penuh semangat, perlahan kami mulai berjalan.

Masak-masak, sarapan, gosok gigi…


Pestan alias pasar setan. Ohh ini to... hehehe. Sumbing terkenal dengan Pestan nya.


Foto ini bikin geli aja –tragedi orang Cipinang-


Berjalan lagi, kami sampai di pasar watu, lalu beristirahat untuk menggajal perut yang sedari tadi keroncongan. Temen-temen pada masak, eh saya curang malah tidur, menyandarkan diri di sebongkah batu yang besar. Ekekek. Saat makanan sudah jadi, saya bangun, memang curang. Hehehe.


Pasar Watu

Pasar Watu



Pas tidur ada aja yang motret!


Perjumpaan dengan orang Wonosobo


Start jam 2 kami melesat lagi, mengejar SUNSET SUMBING. Watu Kotak kami lewati. Perjalanan ini sungguh... saya hanya bisa mlongo, geleng-geleng, Subhanallah… ciptaan Tuhan, Alhamdulillah saya bisa menikmatinya. Ditengah perjalanan kami bertemu tiga orang mas-mas. Kami bertegur sapa. Ternyata orang Jakarta. Mas mas itu memberi support, “puncak sudah dekat”.

Lets go de gage.

Lek ndang gage.

Sebelum puncak, nge-trek banget medannya !!! Pelan-pelan saya nikmati... Pai yang duluan sampai, kemudian meneriaki saya yang ada di belakangnya, agar tak putus asa. Tak lama kemudian saya sampai puncak. Asik! Mataku takjub dengan apa yang ada disekelilingku. Kawah, Sindoro yang gelap, matahari yang orange. Sudah pukul 5 lebih. Giliran aku meneriaki 4 teman yang berada di belakang ku. DINGIN banget. Brrrrr. SUNSET, kami menikmatinya bersama-sama. Mengabadikannya dalam ponsel kami, juga dalam hati kami. Ya Allah, terima kasih ya… Baru kali pertama saya melihat sunset dari puncak gunung, itu indah sekali… :’)


Kawah


Background Gunung Sindoro


Merah Putih ku berkibar di 3371




Enjoy the sunset


Sunset dan Gunung Slamet



Saya :P


Matahari semakin tenggelam, tak ada lagi terasa hangatnya, benar-benar dingin ! sampai tangan kami kaku. Kami memutuskan untuk segera turun. Jalan yang berdebu kami lewati dengan berlarian. Di tengah jalan, badanku lemas, pusing.

BREAK!!!

“AKU PENGEN MUTAH !!!

“HOEKK HOEKKK HOEKK.”

Cairan asam itu keluar dari mulut.

Saya hanya cengengesan, lalu berkumur.

Badan lebih enak daripada tadi.

Entah, rasanya Sumbing mengerikan dimalam hari, saya berjalan paling belakang, mulut ini komat-kamit membaca doa. Dibawah pos 2 kami mendirikan dumb lagi, membuka SB, dan TIDUR!

Hehehe. Selamat pagi saudara! Saya sudah sehat! Paginya, kami sarapan, lalu packing, kami melanjutkan perjalanan kami dengan langkah yang santai. Sampai basecamp bertemu dengan tiga mas mas (trimas getir) pendaki dari Jakarta itu. Mas Adit, Bang Iqbal dan Mas Wiwit. Kami asik sekali ngobrol-ngobrol, sampai kami tukeran nomor, facebook, menjalin persaudaraan.



Rekan-rekan saya dan Cipinang Brother ( Mas Adit, Bang Iqbal, Mas Wiwit)




Waaa. Pipiku distempel Mas Adit !!!



Pulangnya saya mendapat tumpangan gratis alias bonekan. Ketika meninggalkan Sumbing saya melihat ada asap di lereng Sumbing, kebakaran, : ( , dimana lokasi tepatnya saya gak tau … sampai Ambarawa, kalau gak salah 2x dapet tumpangan. Lumayan. Bye-bye Sumbing, saya bakalan kangen kamu nih!

Uhh !!!


Bonekers…



Bye-bye Sumbing

Kamis, 07 Juli 2011

Salah Jalan ke Tekelan





Tiap aku menengok dari atas loteng rumahku

Merbabu menyapa dalam kebisuan

Kadang indah, kadang berawan tetap indah

Oh… Merbabu…



3 tahun berlalu. Saya tidak pernah sekalipun mendaki. Bukan karena saya kapok, tapi teman-teman mengira saya kapok dan mereka gak pernah mengajak saya. Sedih…

dari kiri : Lintonk, Tholank, Kecrok, Pai, Toez


18 Juli 2009, Merbabu, mengawali langkah ini (lagi).Tracking dari basecamp jam 19.00. Berjalan santai, menikmati medan Merbabu untuk pertama kalinya. Kami sampai pemancar jam 23.00. Kami menggelar matras didalam pemancar kemudian beristirahat, yah, bagi yang mau masak silahkan.


Jam 08.00 saya dan salah seorang teman, berjalan-jalan untuk mengambil foto, mumpung view bagus.

Sunrise dari pemancar :)


Awalnya foto-foto dideket pemancar, lalu saya penasaran ingin ke kawah, tiba-tiba pengen muncak ke Kenteng 9! Yah kami jalan, menikmati, bertemu dengan beberapa orang. Salah satunya yang paling kuingat bernama Ipenk (karena dia ngasih stiker tulisannya IPENK, “halo Mas Ipenk???” Kalo baca blog saya ini, hahaha). Rasanya kaki mau patah, akhirnya kami menyudahi, matahari juga sudah mulai naik, sepertinya dulu cuma sampai persimpangan. Dulu, saya kira puncak masih jauh. Yah, memang masih jauh untuk ke Kenteng 9, tapi untuk ke Puncak Syarif!!! Lumayan deket. Sayang saya belum tau.




Karena matahari sudah menyengat kulit, kami turun. Dari kejauhan pemancar sepi, pasti pada duluan deh! Ya udah kami langsung turun, karena takut sampai bawah gelap. Ditengah perjalanan yang santai itu, berubah… berbeda… jalur yang kita lewati berbeda rasanya… ya… memang beda! Kita salah jalur lewat Tekelan. Kami meningkatkan kecepatan untuk jalan, karena hari semakin sore. Mulutku tak henti komat-kamit membaca doa. Panik iya, tapi tetap tenang itu penting. Benar-benar jauh dan sepi. Kami tak bertemu pendaki 1 pun. Kami hanya bergantung pada jejak kaki dijalur. Akhirnya nyampe pos air. Senangnya bertemu seorang ibu yang sedang mencari rumput. Lalu kunyalakan K550i ku. Menghubungi mereka yang pasti kawatir temannya tersesat. Hehehe.


Jumat, 01 Juli 2011

Pengalaman Perdana di Sindoro

Lokasi : Gunung Sindoro

Tanggal : 26-27 Agustus 06


Hai alam,kini kau memanggil hatiku…

kenalkan aku pada rimba mu

kenalkan aku pada bunga-bunga manis mu

kenalkan aku pada perkasanya puncakmu

kenalkan aku pada misterimu, wahai alam…



Pendakian ke Sindoro ini awalnya ada sedikit kontroversi. Kayak film horror semi porno aja ada kontroversi. Hahaha. Kepala sekolah kami gak setuju ada acara pendakian, alasan nya kenapa saya juga gak begitu ngerti. PAYAH.

Awalnya sih iseng aja, gimana sih rasanya 2 hari menghabiskan waktu di gunung. Gunung itu bagaimana isinya? Dari kejauhan begitu biru indah, bagaimana kalau kita bersamanya. Gimana dinginnya, gimana makan seadanya, gimana track nya, gimana lebatnya hutan disana, gimana puncaknya. GIMANA?

Lucu nih kalo inget pertama kali nanjak. Celana jins, sepatu baru (karena cuma punya sepatu sekolah, jadi aku beli sepatu K-zoot putih, tu masih tersimpan dikardus, hehehe), jaket, dan logistik. Hihihi.

Berkumpul di pasar sapi sekitar jam 15.00. Ternyata peserta lumayan banyak, sekitar 30 orang. Dari kelas saya, seingat saya hanya saya dan Sonia. Saya bersusah payah membujuk Sonia agar mau ikut, biar saya ada temen ceweknya gitu. Hehehe. Mungkin kalau Sonia gak ikut, saya juga gak kenalan sama gunung.

Sindoro??? Gunung yang gersaaaaaang.

Perjalanan dimulai pukul 19.00 (kayaknya :P)… pendakian ini diwarnai hal yang belum pernah aku alami. Berbagi makanan,air ,senter, temen ada yang keseleo, saling menunggu saat ada yang ingin istirahat, mengulurkan tangan saat track begitu sulit dilewati, banyak pokoknya!

Kami tidur di pos III. Jam 12an kayaknya. Brrrr. Angin menusuk tulang, sehelai jaket tebal yang kugunakan tak mampu menahannya. Sialnya lagi gak ada yang bawa tenda, aku kira semua persiapan sudah di handle panitia, ternyata... Jadi kami semua harus tidur bercumbu dengan tanah, sebelum mata terpejam saya sebentar menikmati bintang yang tersebar di hamparan langit malam.

Dengan mata yang masih susah diajak kompromi, tapi akhirnya dengan terpaksa mau juga, jam 2 bangun, lalu kami melanjutkan perjalanan menuju puncak. Beberapa teman ada tinggal di pos III, termasuk Sonia, tapi saya belum tuntas menjawab semua rasa ingin tahu saya.

Melanjutkan perjalanan setapak pelan-pelan.

Jalan nya nge trek bgt..!!

Hati kadang ingin menyerah...

Sampai padang edelweiz deket puncak... Sunrise terasa hangat. Saya menikmatinya, dan mengabadikannya di C75, yang masih VGA. Hahaha. Sumbing kelihatan!!! Yihaaa. Begitu biru, seperti menantang. Bisa gak ya suatu saat saya kesana??

Perut mulai berdemo. Lalu kurogoh tas ransel. Di tas ada wafer dan pop mie. Ya uda, tanggonya dibuka aja, bagi-bagi sama Ringgo n Lintonk, teman baru dari kelas sebelah rupanya, tapi masih laper, uhh..

Mata saya langsung hijau ! Sinyal saya langsung full. Antena saya langsung tuing-tuing. Ada cewek-cewk lagi masak, mereka juga tim kami. :D

Mereka masak mie, tapi kok meragukan ya? Ah bodo ah. Setelah saya coba, HOEK (bukannya saya kemayu ya, tapi bener-bener, rasanya aneh !).Dari rasa mie gunung yang aneh itu, saya jadi kurang begitu suka digunung makan mie.

Pendakian perdana saya gak sampai puncak, tapi saya senang sekali. J. Saya diberi edelweiz oleh mas Anto. Hehehe. Makasi ya mas ! It’s so beautiful.

Setelah matahari cukup menyengat di kulit kami. Saya, Ringgo, Lintonk turun, kami berlari-larian, hingga debu berhamburan, MENYENANGKAN SEKALI. Lalu kami istirahat kalo gak salah di pos 3 bareng temen-temen yang lain.

KEBAKARAN !

Saya melihat dari pos 3, dengan keadaan kepala menengok diatas (dalam arti kebakaran cukup jauh), kebakaran itu merembet dari 1 pohon 1 ke pohon lain. Beberapa temen saya terjebak disana, beberapa senior datang menolong. Masih terekam kok di pikiran gimana kebakaran disana (lumayan). Kata mas Anto sih ada sengaja yang bakar tu hutan. Soalnya kami (termasuk saya juga) papasan sama beberapa orang yang aneh, bawa jerigen,yahh saya kira isinya air. Ternyata… ARRRGHHH ! Kenapa berperilaku sedemikian… saya hanya protes didalam hati.

Masih terekam juga dalam ingatan, pas hari Senin nya denger-denger Mas Anto diomelin kepala sekolah karena hari Senin siswa yang pada ikutan naik gunung kebanyakan yang bolos karena kecapean mungkin, termasuk saya sendiri. Hahaha. Nah, Selasa nya aku, Lintonk, Ringgo, Tolank, Sonia Paijo, haduhh sapa lagi pada pamer muka jelek habis naik gunung. Hahaha. Kulit kering, lecet sana sini, bibir mlethek, wajah jadi kayak tomat (itu aku sendiri loh), badan sakit semua, yah… itulah kami hari itu.


NB : gak ada fotonya! file ilang. Hehehe