Pages
Sabtu, 31 Desember 2011
Merapi part 2 (benih-benih persaudaraan yang muncul)
Sabtu, 03 September 2011
Merapi oh Merapi (2953 mdpl)
Kamis, 25 Agustus 2011
belajar dari ‘Veta’ dan ‘Kebo’ yang saling menjaga
Lampu kebo mati, lampu veta redup sudah, rem veta senin kamis, mataku perih, ngantuk, abang capek, nggreges... Yah, serentetan keluhan dari saya, abang, veta dan kebo. Jalan dari Kopeng-Salatiga kadang ada lampu, kadang gelap sekali, ditambah lagi saya minus, apalagi malam huh... jarak pandang saya berkurang. Huh, serba pelan-pelan. Abang dan veta didepan, saya dan kebo menngekor di belakang. Hehehe. Tiap gelap gulita abang nerangin jalan pake senternya, makasih ya bang! Hehehe. Tiap saya dan kebo jauh dibelakang, abang dan veta dengan sabar nunggu.
Rabu, 27 Juli 2011
KENTENG SONGO ITU MERBABU YANG KE 5
Sabtu, 23 Juli 2011
-Sumbing Si 3371-
Sumbing, gunung di daerah Wonosobo yang mempunyai ketinggian 3371 mdpl. Sehari sebelum kami mendaki, ada kabar kalau terjadi kebakaran di Sumbing :( . Ulah makhluk yang dinamai manusia kah?
Bekas kebakaran :(
Saya lupa, kami berangkat tanggal berapa, sepertnya sekitar tanggal 26-27 September 2009, H+6 setelah lebaran sepertinya. Dari Salatiga pasukan ada 5 orang yaitu saya, Pai, Tolank, Suci, dan Nana. Seperti biasa kami berkumpul di Pasar Sapi, kami berangkat agak sore karena menunggu saya yang sedikit lama, karena ada something yang harus saya kerjakan (ceileh, kayak putri Indonesia aja yang sibuk disana disini). Kemudian kami naik bis untuk sampai ke terminal Bawen. Paijo sudah menunggu di Bawen. Dia sudah mendapatkan bis jurusan Wonosobo, tentu saja dengan harga yang MIRING (nah loh tulisannya jadi miring beneran). Hihihi.
Saat masuk daerah Wonosobo, Sumbing dan Sindoro terlihat berdampingan, setia sekali mereka yah,seperti ayah dan ibu saya saja, hahaha :P. Kami akan mendaki via Garung, lalu setelah turun dari bus, baru berjalan sekitar 10 langkah, eh bis nya berhenti lagi di depan... rupanya didalam bis tadi ada pendaki, seorang diri! Hah, saya saja mungkin tidak berani. Lalu kami berkenalan, dia bernama Trunyul. Orang nya nyleneh, memakai topi rasta, dan kulitnya eksotis, saya suka lelaki yang berkulit gelap loh... itu keren banget! Haha. Pasti dia ngakak kalau tau saya bilang demikian.
Sampai di basecamp sudah gelap, kami memutuskan untuk melakukan pendakian jam 20.00. Awal pendakian kami sudah disuguhi trek yang lumayan fantastis bikin kami ngos-ngosan. Hosh hosh… keringat lumayan membasahi kening saya. Sabar…
Berjalan. Berjalan. Berjalan. Setapak. Setapak. Setapak. Sabar. Sabar. Sabar. Mungkin itu kuncinya. Hingga kami memutuskan untuk mendirikan dumb. Karena salah satu dari teman saya ada yang sudah gak kuat karena ngantuk. Kami mendapat tempat camp yang lumayan nyaman, saya lupa posisi nya. Tenda penuh sesak, tetapi malah menjadi hangat. Dimana kaki tumpang tindih membuat kami cepat kesemutan, tapi tetap saja mengasyikan, karena kami bersama-sama.
Ketika pagi, saat membuka mata dan keluar dari dumb...
Sindoro tersenyum dipagi hari :)
Mahakarya Tuhan yang aduhai sekali, menemani saya pagi ini. Kami menyalakan api, dan membuat minuman hangat serta sarapan . Pukul 08.00an kami sudah siap menanjak lagi, karena perjalanan masih panjang. Dengan penuh semangat, perlahan kami mulai berjalan.
Masak-masak, sarapan, gosok gigi…
Pestan alias pasar setan. Ohh ini to... hehehe. Sumbing terkenal dengan Pestan nya.
Foto ini bikin geli aja –tragedi orang Cipinang-
Berjalan lagi, kami sampai di pasar watu, lalu beristirahat untuk menggajal perut yang sedari tadi keroncongan. Temen-temen pada masak, eh saya curang malah tidur, menyandarkan diri di sebongkah batu yang besar. Ekekek. Saat makanan sudah jadi, saya bangun, memang curang. Hehehe.
Pasar Watu
Pasar Watu
Pas tidur ada aja yang motret!
Perjumpaan dengan orang Wonosobo
Start jam 2 kami melesat lagi, mengejar SUNSET SUMBING. Watu Kotak kami lewati. Perjalanan ini sungguh... saya hanya bisa mlongo, geleng-geleng, Subhanallah… ciptaan Tuhan, Alhamdulillah saya bisa menikmatinya. Ditengah perjalanan kami bertemu tiga orang mas-mas. Kami bertegur sapa. Ternyata orang Jakarta. Mas mas itu memberi support, “puncak sudah dekat”.
Lets go de gage.
Lek ndang gage.
Sebelum puncak, nge-trek banget medannya !!! Pelan-pelan saya nikmati... Pai yang duluan sampai, kemudian meneriaki saya yang ada di belakangnya, agar tak putus asa. Tak lama kemudian saya sampai puncak. Asik! Mataku takjub dengan apa yang ada disekelilingku. Kawah, Sindoro yang gelap, matahari yang orange. Sudah pukul 5 lebih. Giliran aku meneriaki 4 teman yang berada di belakang ku. DINGIN banget. Brrrrr. SUNSET, kami menikmatinya bersama-sama. Mengabadikannya dalam ponsel kami, juga dalam hati kami. Ya Allah, terima kasih ya… Baru kali pertama saya melihat sunset dari puncak gunung, itu indah sekali… :’)
Kawah
Background Gunung Sindoro
Merah Putih ku berkibar di 3371
Enjoy the sunset
Sunset dan Gunung Slamet
Saya :P
Matahari semakin tenggelam, tak ada lagi terasa hangatnya, benar-benar dingin ! sampai tangan kami kaku. Kami memutuskan untuk segera turun. Jalan yang berdebu kami lewati dengan berlarian. Di tengah jalan, badanku lemas, pusing.
BREAK!!!
“AKU PENGEN MUTAH !!! “
“HOEKK HOEKKK HOEKK.”
Cairan asam itu keluar dari mulut.
Saya hanya cengengesan, lalu berkumur.
Badan lebih enak daripada tadi.
Entah, rasanya Sumbing mengerikan dimalam hari, saya berjalan paling belakang, mulut ini komat-kamit membaca doa. Dibawah pos 2 kami mendirikan dumb lagi, membuka SB, dan TIDUR!
Hehehe. Selamat pagi saudara! Saya sudah sehat! Paginya, kami sarapan, lalu packing, kami melanjutkan perjalanan kami dengan langkah yang santai. Sampai basecamp bertemu dengan tiga mas mas (trimas getir) pendaki dari Jakarta itu. Mas Adit, Bang Iqbal dan Mas Wiwit. Kami asik sekali ngobrol-ngobrol, sampai kami tukeran nomor, facebook, menjalin persaudaraan.
Rekan-rekan saya dan Cipinang Brother ( Mas Adit, Bang Iqbal, Mas Wiwit)
Waaa. Pipiku distempel Mas Adit !!!
Uhh !!!
Bonekers…
Bye-bye Sumbing
Kamis, 07 Juli 2011
Salah Jalan ke Tekelan
Tiap aku menengok dari atas loteng rumahku
Merbabu menyapa dalam kebisuan
Kadang indah, kadang berawan tetap indah
Oh… Merbabu…
3 tahun berlalu. Saya tidak pernah sekalipun mendaki. Bukan karena saya kapok, tapi teman-teman mengira saya kapok dan mereka gak pernah mengajak saya. Sedih…
dari kiri : Lintonk, Tholank, Kecrok, Pai, Toez
18 Juli 2009, Merbabu, mengawali langkah ini (lagi).Tracking dari basecamp jam 19.00. Berjalan santai, menikmati medan Merbabu untuk pertama kalinya. Kami sampai pemancar jam 23.00. Kami menggelar matras didalam pemancar kemudian beristirahat, yah, bagi yang mau masak silahkan.
Jam 08.00 saya dan salah seorang teman, berjalan-jalan untuk mengambil foto, mumpung view bagus.
Awalnya foto-foto dideket pemancar, lalu saya penasaran ingin ke kawah, tiba-tiba pengen muncak ke Kenteng 9! Yah kami jalan, menikmati, bertemu dengan beberapa orang. Salah satunya yang paling kuingat bernama Ipenk (karena dia ngasih stiker tulisannya IPENK, “halo Mas Ipenk???” Kalo baca blog saya ini, hahaha). Rasanya kaki mau patah, akhirnya kami menyudahi, matahari juga sudah mulai naik, sepertinya dulu cuma sampai persimpangan. Dulu, saya kira puncak masih jauh. Yah, memang masih jauh untuk ke Kenteng 9, tapi untuk ke Puncak Syarif!!! Lumayan deket. Sayang saya belum tau.
Karena matahari sudah menyengat kulit, kami turun. Dari kejauhan pemancar sepi, pasti pada duluan deh! Ya udah kami langsung turun, karena takut sampai bawah gelap. Ditengah perjalanan yang santai itu, berubah… berbeda… jalur yang kita lewati berbeda rasanya… ya… memang beda! Kita salah jalur lewat Tekelan. Kami meningkatkan kecepatan untuk jalan, karena hari semakin sore. Mulutku tak henti komat-kamit membaca doa. Panik iya, tapi tetap tenang itu penting. Benar-benar jauh dan sepi. Kami tak bertemu pendaki 1 pun. Kami hanya bergantung pada jejak kaki dijalur. Akhirnya nyampe pos air. Senangnya bertemu seorang ibu yang sedang mencari rumput. Lalu kunyalakan K550i ku. Menghubungi mereka yang pasti kawatir temannya tersesat. Hehehe.